Tidak sedikit dari anak muda kota ini yang membutuhkan sebuah “pelarian”
untuk melupakan sejenak semua masalah yang mereka hadapi di tiap detik
kehidupan mereka. Acara musik konon sudah menjadi salah satu “sarana”
pelarian yang paling diminati. Beda kalangan tentu acara yang didatangi
juga berbeda, bagi mereka yang rela menghabiskan uang orang tua demi
meminum sebotol Jack Daniels bersama kerabat dekat di dalam ruangan
sempit penuh tata cahaya dan diiringi musik dance gaya eropa dan
kroni-kroninya, sudah tentu klub malam di seputaran kemang dan menteng
lah yang mereka pilih. Tapi bagi mereka yang sudah muak dengan
kemunafikan dari gengsi insan-insan ibukota yang setiap hari selalu
menghantui kehidupan mereka, sudah tentu mereka memilih acara metal
sebagai tempat pelarian.
Disinilah sebenarnya yang banyak salah kaprah, banyak dari mereka yang baru mengenal acara metal (walaupun tidak semua)
hanya menjadikannya sebagai tempat pelarian dan ajang cari ribut, tanpa
peduli dengan musik macam apa yang mereka dengar, lyric macam apa yang
disampaikan pengisi acara kepada mereka. Dan yang lebih menyedihkannya
lagi, sebagian besar diantara mereka hanya menunggu “jebolan”
sebagaimana layaknya supporter sepak bola. Jika panitia tidak memberikan
apa yang mereka inginkan, mereka tidak segan-segan memaksa, membuat
onar atau apapun yang bisa membuat pihak panitia berubah pikiran dan
mengizinkan mereka masuk tanpa bayar, alias gratis. Alhasil keributan
pun sering kali tidak bisa dihindari dan aparat terkadang harus
memberhentikan acara dengan paksa.
Mungkin bedasarkan fakta-fakta inilah pandangan khalayak luas
terhadap komunitas metal selalu diidentikan dengan hal-hal yang
cenderung kasar, urakan dan tidak berkelakuan baik, tidak ada yang bisa
disalahkan, pandangan mereka terbentuk bedasarkan apa yang mereka lihat.
Dan pandangan khalayak luas bukanlah hal yang mudah untuk
dirubah. Tetapi sayangnya, mereka hanya menilai dari segelintir orang
yang sama sekali tidak mengerti mengenai musik metal yang selalu
menyuarakan isu-isu tentang perdamaian, kebebasan, kebersamaan dan
kritik-kritik sosial politik. Saya yakin bahwa mereka yang merusak citra
komunitas metal dimuka khalayak luas bukanlah anak metal sejati. Mereka
hanyalah kumpulan bocah-bocah ABG berpakaian hitam-hitam penuh tatoo
dan piercing yang datang ke acara metal bukan bedasarkan “panggilan jiwa”
, tetapi hanya bedasarkan gensi yang mengatasnamakan eksistensi. Jika
orang-orang seperti ini tidak pernah berubah, maka persepsi khalayak
luas terhadap komunitas metal pun tidak akan pernah berubah pula.
“Insan-insan underground kita sudah banyak berubah” begitu tanggapan kawan saya Janger (bukan nama asli). “
dan sebenernya bukan komunitasnya yang salah menurut gue, tapi
anak-anak yang baru kenal metal itu yang menurut gue harus lebih dewasa
dulu” begitu tambahnya . Janger dan saya berselisih umur cukup jauh.
Dia merupakan salah satu dari ribuan saksi hidup konser metallica di
jakarta pada tahun 1993. Dan Janger juga memberikan beberapa kesaksian
mengenai pengalaman pahitnya menjadi anak metal pada zamannya.
Kesaksian tersebut jelas tidak jauh berbeda dengan Kesaksian yang
dipaparkan oleh Andre Tiranda (Siksa Kubur) dan Arian 13 (Seringai)
Dalam film “Global metal” karya sutradara asal Kanada Scot
McFadyen dan seorang antropologist Sam Dunn. Bedasarkan kesaksian mereka
dalam film itu, seharusnya kita sudah bisa membayangkan betapa tidak
bebasnya perkembangan musik metal dizaman orde baru masih mengendalikan
kekuasaan penuh terhadap negri ini dan bagaimana sulitnya perjuangan
mereka membangun komunitas metal setelah rezim orde baru digulingkan
oleh gerakan mahasiswa pada tahun 1998. Kita juga bisa melihat betapa
pedulinya mereka mengenai keadaan-keadaan sosial politik negri ini, yang
selalu mereka suarakan melalui lyric-lyric dari musik yang mereka
sajikan.
Dan saya semakin tidak bisa membayangkan betapa sakit hatinya mereka
jika lyric yang mereka sudah tulis sepenuh hati tidak digubris oleh
anak-anak yang mengaku anak metal itu. Kita yang sudah hidup dizaman
reformasi ini seharusnya bersyukur atas kebebasan kita dalam
berekspresi, terutama dalam musik, pada saat kini kita bisa bebas
mengenakan pakaian hitam dan datang ke acara metal tanpa harus takut
difinah sebagai simpatisan komunis.
Oleh karena itu, kita yang mengaku sebagai bagian dari komunitas
metal harus menjalin kerja sama dengan individu-individu didalam
komunitas tersebut terlebih dahulu jika ingin merubah pandangan khalayak
luas. Berbeda dengan mengubah pandangan, menjalin kerjasama bukanlah
hal yang sulit untuk dilakukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
yang sederhana, seperti membeli tiket jika ingin menonton acara yang
akan diselenggarakan dan menonton serta memahami setiap band-band yang
akan tampil. Moshing memang dianjurkan tetapi tidak di buntuti dengan
perkelahian yang dipicu oleh hal-hal sepele, jika kerjasama yang baik
sudah dapat kita lakukan, bukan hal yang mustahil pandangan khalayak
luas terhadap komunitas metal juga akan berubah ke arah yang lebih
positif. Bahkan mungkin komunitas metal dapat dijadikan standar
kebersamaan yang patut dicontoh oleh setiap elemen masyarakat.
mantabsss
BalasHapusnyimak...
BalasHapus